Ada kalanya hidup terasa seperti sebuah pelabuhan kecil, tempat kapal-kapal singgah untuk berbagi cerita tentang badai yang mereka hadapi di lautan luas. Banyak jiwa yang datang, menumpahkan keluh dan luka mereka di hadapan saya, seolah saya adalah mercusuar yang kokoh, siap menampung cahaya dari setiap kisah yang retak. Mereka berbagi tentang mimpi yang tertunda, tentang beban yang kian berat di pundak, tentang hari-hari yang terasa seperti kabut tebal. Dan saya, dengan hati yang terbuka, mendengar. Saya tersenyum, menawarkan kata-kata yang menenangkan, berharap bisa menjadi angin sepoi yang meringankan perjalanan mereka.
Namun, di balik senyum itu, ada sunyi yang saya peluk erat. Saya pun manusia, dengan gelombang-gelombang kecil yang bergolak di dalam dada. Ada hari-hari ketika langkah terasa berat, ketika mimpi terasa seperti bayang-bayang yang sulit disentuh. Saya pun berjalan di lorong-lorong yang sama, menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang serupa, hanya saja saya memilih untuk menyimpan cerita itu di sudut hati yang tak terlihat. Bukan karena saya lebih kuat, bukan pula karena saya tak ingin berbagi—hanya saja, saya menemukan kedamaian dalam menjaga sunyi, dalam membiarkan hati berdialog dengan sang Pencipta di malam yang sepi.
Kini, saya berdiri di sebuah persimpangan. Di depan saya, ada dua jalan yang samar-samar terlihat di bawah cahaya fajar. Satu jalan menggoda saya untuk melangkah pergi, untuk berhijrah ke tempat baru, mengejar angin yang mungkin membawa harapan segar. Jalan lain meminta saya untuk bertahan, untuk menanam akar lebih dalam di tanah yang sudah saya kenal, meski tanah ini terasa kering dan sulit untuk berbunga. Perjalanan panjang yang telah saya lalui—dengan tawa, air mata, dan doa-doa di sela malam—membawa saya ke titik ini. Saya ingin kehidupan yang lebih baik, bukan hanya untuk saya, tetapi untuk hati yang ingin terus memberi, untuk jiwa yang ingin tetap menyala meski badai datang.
Di persimpangan ini, saya belajar untuk mendengar diri sendiri, sama seperti saya mendengar mereka yang datang dengan cerita mereka. Saya belajar bahwa tak apa untuk merasa lelah, tak apa untuk bertanya pada langit tentang arah yang harus dipilih. Dan di tengah ketidakpastian, saya menemukan keindahan dalam harapan—harapan bahwa setiap langkah, entah ke mana pun arahnya, adalah bagian dari lukisan besar yang sedang digarap oleh sang Maha Kuasa.
Kepada kalian yang juga sedang berdiri di persimpangan, atau yang tengah membawa beban di pundak, izinkan saya berbagi sepotong doa: semoga kita semua menemukan cahaya di ujung jalan, dan semoga hati kita selalu punya ruang untuk saling menguatkan, meski sunyi kadang menjadi sahabat paling setia.
0 comments:
Post a Comment
Bila ada yang ingin didiskusikan, silahkan tulis komentar!